( RSBI ) SMAN 1 GIRI Banyuwangi Jl. HOS Cokroaminoto 38 Telp. (0333) 421719 Banyuwangi
   
  NIL SATIS NISI OPTIMUM
  Artikel Sejarah
 
PUING-PUING RERUNTUHAN BANGUNAN CANDI

PUING-PUING RERUNTUHAN BANGUNAN CANDI

DI DALAM ISTANA KOTA MACAN PUTIH

 

 

 

 

Berdasarkan temuan Juargang tahun 1849 dengan ukuran panjang 36 kaki, tinggi dan lebar 12 kaki. Dibangun di atas sebuah pondasi yang terbuat dari batu kali yang berbentuk segi empat, menyerupai kura-kura dengan dilingkari dua ekor ular. Kura-kura adalah lambang dunia, ular melambangkan waktu atau zaman.

 

Hiasan pada candi, menunjukkan kesenangan-kesenangan orang jawa seperti berburu binatang, melaksanakan upacara pemujaan, dan lain-lain. Selain itu, Reliefnya menggambarkan kemunduran-kemunduran orang jawa, seperti akibat konflik perang saudara.

 

Dindingnya yang terletak sebelah dalam terdiri dari batu bata, dan atapnya terbuat dari batu. Sisa-sisa bangunan ini telah runtuh dan tidak berbekas. Jalan masuknya di sebelah barat ada pendopo kecil, dimana pondasi bangunan itu masih tersisa dan terdapat anak tangga dalam candi.

 

Fragmen hiasan berupa makhluk-makhluk yang menakutkan, selain itu juga ada bangunan pancuran kecil dan saluran-saluran air yang dipergunakan untuk upacara-upacara memberi sesajian, pensucian, dan pembersihan. Konon kolong saluran air ini, pada waktu terjadinya kekacauan politik di istana macan putih yaitu Pangeran Mas Sosro Negoro pengganti Tawang alun II tahun 1691 tidak disetujui oleh saudara-saudaranya dan dewan penasehat kerajaan, akibatnya Mas Sosro Negoro mengamuk, siapa yang dijumpai dibunuh, termasuk anak istrinya. Untuk menyelamatkan diri, permaisuri dan anak kecilnya yang bernama Mas Purbo (Danurjo) melalui kolong saluran air, kemudian menempat di daerah Laban Asem/Laban Cino, nama daerah ini diambil dari pengasuh/emban cino yang mengasuh Mas Purbo.

 

Kemudian, untuk balas dendam kepada Macan Apura yang mengkudeta kedudukan bapaknya, ibu Mas Purbo meminta bantuan untuk mengusir Macan Apura yang kedudukan istananya sudah di pindah ke Wijenan Singojuruh. Kemudian atas bantuan buleleng Macan Apura melarikan diri ke Pasuruan.

 

Ditempat yang lebih tinggi, yang berada di sebelah barat diperkirakan sebagai tempat pemukiman para pembesar kerajaan Macan Putih.

 

 

 

 

 

Faktor – faktor yang menyebabkan rusaknya Situs Istana Macan Putih :

1.   Akibat Perang saudara dan serangan-serangan Kerajaan sekitar seperti Mataram, VOC, Kerajaan Bali yaitu kerajaan Buleleng dan Mengwi.

2.   Letusan Gunung Raung dengan puncaknya Gunung Merapi pada tanggal 23-24 Januari 1817 menutup kota Macan Putih.

3.   Serangan meriam Belanda pada waktu aksi polisionil Belanda tahun 1947, kawasan situs ini dianggap sebagai sarang Gerilyawan Republik.

4.   Kesadaran masyarakat sekitar yang rendah terhadap arti penting situs sejarah untuk mencari identitas dan kebanggaan daerah. Pada tahun 1971, pada waktu terjadi Paceklik satu tahun lebih gagal panen akibat serangan hama wereng yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi. Sehingga masyarakat Macan putih dan sekitarnya terjadi kelaparan. Puing – puing kekayaan bekas situs kerajaan Macan Putih banyak dijarah masyarakat yaitu Dengan menumbuk batu bata menjadi pengganti semen yang harganya cukup menggiurkan. Disamping itu, adanya oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mafia jual beli benda – benda purbakala. Sampai – sampai ada kabar Batu bata tersebut laku seratus ribu rupiah per biji.

5.   Rendahnya kepedulian Pemerintah Daerah terhadap pelestarian situs – situs kebesaran kejayaan Blambangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
  COPYRIGHT BY AZMI 2007 SPECIAL THANKS TO OWN-FREE-WEBSITE.COM  
 
EMAIL : sman_1_giri@yahoo.co.id This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free